ANGEL
Story by: Anita Kazahana
Rate: T
Genre: Romance, Angst
Warning: Typos, -little-curse words
***###***
“Kematian yang begitu cepat,
apakah aku bisa melupakannya?”
Kaki yang semula tertekuk
kembali lurus. Pandang mata sang pemilik menyiratkan kekosongan tak berujung.
Gelap. Kosong.
Tanpa jiwa.
“Apa aku bisa mencari
penggantinya? Jawab aku… Sooyeon-ah.”
Kedua tangan tergenggam erat.
Hati yang sakit di kala melihat sosok yang tampak hancur di hadapannya.
Digigitnya bibir pucat dingin miliknya, hawa sang hujan telah merasuk secara
sempurna menembus pori-pori kulitnya.
“Suatu saat, suatu saat…
Eunhwa-oppa.”
Suatu saat.
“Tetapi… kapan?” Sepatah
pertanyaan dari mulut sang namja semakin menyadarkannya akan suatu hal.
“Kapan aku bisa melupakan Minyeon?”
Bahwa tak ada tempat yang
tersisa baginya di hati Eunhwa.
“Di saat… kau bisa membuka
hatimu lagi, oppa.”
“Dan aku tak tahu kapan hati
ini bisa terbuka lagi.”
Cukup satu pernyataan, dan
semua sudah jelas.
Lee Sooyeon tak akan pernah
bisa mendapatkan hati Shin Eunhwa yang telah menjadi milik Lee Minyeon.
‘Kau adalah yeoja paling beruntung… Eonnie.’
***
Close your eyes,
listen to my heart, live with me forever
In the morning,
wake me up with your voice
Hug me once a day;
tell me that you love me
Always look into my
eyes and tell me
I will stay at the
same place since the beginning
***
“Sooyeon-ah, gwaenchanayo?
Maaf, aku tidak bisa datang ke pemakaman Minyeon-ah.”
Lagi-lagi untaian kata yang
sama.
Sepanjang koridor sekolah,
setiap siswa yang berpapasan dengannya. Dia tahu bahwa mereka memberikan
perhatian atas kematian kakaknya. Namun ia tak membalas. Suaranya seakan
hilang, yang pada akhirnya sebuah isyarat berupa anggukan dan senyum lemah yang
menggantikannya.
Semua orang tahu dia tidak
baik-baik saja.
Dan ia menyangkalnya.
Kala kakinya terhenti. Berdiri
sembari menatap namja yang tengah memberikan perhatiannya pada langit
mendung. Pagi yang kelabu.
Kembali berjalan dari ambang
pintu, mendekati sosok itu. Ingin mengobati hati yang hancur lebur. Tapi,
bahkan kepingan hatinya sendiri tak bisa terobati.
Asalkan dia bahagia, tak
apa jika dirimu hancur.
“Eunhwa-oppa.”
Panggilan ketika ia telah
sampai di sisi namja itu. Namja yang menjadi kekasih sang kakak. Namja
yang menjadi segalanya bagi sang kakak. Kebahagiaan sang kakak.
Dan namja yang ia cintai.
“Eunhwa-oppa.”
Pada panggilannya yang kedua
pun masih belum ada tanggapan dari sang namja. Digigitnya bibir
bawahnya. Menahan sakit yang merambat dari dalam dadanya. Jantung yang mendadak
memberikan efek sesak. Membuatnya tertekan. Oksigen yang seakan tak bisa
diraihnya. Layaknya ada sesuatu yang mencekik tenggorokannya. Tak bisa
bernapas.
Ingin mati saja.
“Sooyeon-ah, biarkan
dia sendiri dulu.”
Tak berbalik, namun pada detik
berikutnya ia terpaksa menghadap namja yang memanggilnya tadi. Akibat
dari tarikan di bahunya untuk menghadap ke belakang.
“Kau juga perlu waktu untuk
sendiri ‘kan?”
“Hmm.”
Tak pantas disebut kata. Tak
pantas disebut jawaban. Hanya sebuah gumaman, namun ia yakin bahwa namja yang
tengah berusaha menenangkannya itu mengerti. Mengerti maksudnya. Mengerti
keadaannya.
Karena dia lah yang selama
ini berbagi kesedihan dengannya.
***
Semilir angin menerbangkan
helaian dedaunan yang tercecer di atas tanah. Ranting yang semula menjadi
tempat sang daun bertengger, kini menjadi kosong. Tak lagi indah. Terlihat–
Menyedihkan, sepertiku.
Segaris senyum pilu. Gambaran
hatinya yang hancur. Hati yang tak ingin ia sembuhkan, ia bangun kembali. Karena
semua itu percuma. Tak ada artinya.
Karena ia bahkan tak bisa
menemukan pelengkap hatinya.
“Melamun sendiri, Sooyeon-ah?”
Dirasakannya daerah kosong di
sebelahnya telah ditempati seseorang. Ia tidak perlu lagi menoleh pada orang di
sebelahnya. Karena dari suara yang orang itu hasilkan, ia sudah tahu siapa.
Hyuksoo.
“Kenapa.. kau ke sini, oppa?”
tanyanya datar. Masih belum menengok pada namja di sampingnya. Malah
mengawasi daun-daun di bawah sana.
“Daripada aku tidak punya
kerjaan setelah latihan klub sepak bola, makanya aku ke sini. Oh ya,
katanya tadi kau tidak ikut kegiatan klubmu ya?”
“Aku malas,” jawabnya singkat.
Dari sudut mata Hyuksoo–namja di sebelahnya–yang mengerling pada
Sooyeon, yeoja itu terlihat sangat tidak bersemangat.
Bukannya Hyuksoo tak tahu
kenapa. Namja itu hanya ingin memberikan waktu agar perasaan yeoja itu
bisa menjadi, setidaknya lebih baik.
“Aah~ Hari ini
membosankan, aku sebenarnya juga ingin membolos latihan. Tapi bagaimana lagi?
Aku ‘kan kaptennya,” ucap Hyuksoo sembari meringis. Ia menoleh ke samping
kirinya, mencoba mengamati ekspresi Sooyeon yang masih belum berubah. Bibirnya
mengerucut. Sepertinya dia harus memikirkan cara lain untuk membuat yeoja di
sampingnya itu untuk tersenyum.
Paling tidak melihatnya
tersenyum sudah membuatnya bahagia.
“Sooyeon-ah,”
panggilnya tanpa digubris oleh Sooyeon. Dihembuskan napasnya pelan.
“Sooyeon-ah.”
Dipanggilnya yeoja itu sekali lagi. Tak ada respon.
“Sooyeon-ah.”
“Apa… oppa?”
Hyuksoo tersenyum lebar, setelah
panggilan yang ketiga kalinya Sooyeon akhirnya membalas ucapannya.
“Mau kuajak ke suatu tempat?”
tanya Hyuksoo, kali ini dengan cepat Sooyeon menoleh. Dahinya berkerut
mendengar ajakan Hyuksoo.
“Eodiga?” tanya Sooyeon
balik. Hyuksoo mengulum senyum misterius.
“Rahasia~ Makanya ayo ikut
aku!”
Ditariknya tangan Sooyeon untuk
mengikutinya. Membawa yeoja itu ke tempat yang hanya diketahui Hyuksoo.
Mereka berdua berlalu meninggalkan bangku taman sekolah itu tanpa mengetahui
bahwa ada seseorang yang telah mengawasi mereka sedari tadi. Dari balik pohon.
Dengan kedua tangannya yang mengepal. Gigi menggeretak.
Tanda bahwa ia tengah
kesal.
Memukul batang pohon di
dekatnya. Melampiaskan amarahnya, kemudian beranjak pergi. Meninggalkan keheningan
yang diselingi sayup suara hembusan angin dingin.
***
“Kau mau membawaku ke mana, oppa?”
Hyuksoo hanya tersenyum simpul
menanggapi pertanyaan Sooyeon. Pasalnya, hari sudah menjelang malam dan tentu
saja matahari hanya tinggal menyisakan sedikit bagiannya untuk menerangi dunia.
Udara juga semakin dingin.
“Setiap aku punya masalah, aku
selalu merenung di sini.”
Langkah mereka terhenti.
Hyuksoo membawa Sooyeon ke padang luas beralaskan rumput yang pastinya terlihat
hijau di siang hari, karena hari sudah gelap saat mereka tiba di sana. Tak bisa
melihat sekeliling dengan jelas.
“Sooyeon-ah, coba kau
lihat ke atas.”
Mengikuti instruksi yang
diberikan Hyuksoo, Sooyeon mengarahkan pandangannya ke atas. Tepat melihat
langit bertaburkan bintang layaknya berlian. Matanya membulat, bintang-bintang
di langit malam tercermin di irisnya yang gelap.
“Tempat yang indah untuk
melihat bintang ‘kan? Karena di kota kita tak bisa melihat bintang-bintang itu
dengan jelas.”
Sooyeon mengedarkan
padangannya untuk menemukan sosok Hyuksoo yang sudah berbaring di atas alas
rumput. Mengikuti jejak Hyuksoo, yeoja itu mendekati Hyuksoo dan duduk
di samping namja itu.
“Kenapa…”
Hyuksoo yang awalnya sedang
menikmati pemandangan yang tersuguh di atasnya menengok ke arah Sooyeon yang tengah
duduk sembari memeluk lututnya. Mata Sooyeon memandang lurus ke depan, namun
tak memiliki fokus pada apa yang dipandangnya.
“Kenapa?” tanya Hyuksoo,
mengernyitkan dahinya.
“Kenapa kau begitu peduli
padaku, Hyuksoo-oppa? Padahal kau tahu perasaanku tertuju pada siapa.”
Sooyeon memangku dagunya di atas dekapan kedua lengannya. “Kenapa kau tidak
menjauhiku? Tidak membenciku? Malah sekarang kau yang berusaha keras untuk
menghiburku. Aku bingung menghadapimu, oppa.”
Hyuksoo menggariskan senyum.
“Untuk apa bingung? Aku melakukan semua ini karena aku tulus. Aku tidak ingin
seseorang yang berharga untukku, menjadi orang yang tak memiliki semangat
hidup. Karena aku ingin dia kembali menjadi dirinya yang ceria dan cerewet
seperti biasanya.”
Kini senyum yang sebelumnya
hanya berupa garis tipis, berubah menjadi deretan gigi yang diiringi kedua mata
tertutup yang melengkung. Sooyeon tersenyum tipis. Ia tak menyangka, dengan
prinsip sesederhana itu Hyuksoo berusaha melakukan yang terbaik. Terlebih lagi,
itu untuk dirinya.
Dirinya yang tak bisa
membalas perasaan Hyuksoo.
“Gomawoyo, oppa.
Dan.. mianhae.”
Selesai berucap akan ungkapan
terima kasih dan maaf dari bibirnya, Sooyeon mulai terisak. Cairan bening yang
menggenang di pelupuk matanya tak bisa ditahannya lagi. Mengalir bebas menuruni
pipinya. Menetes di hamparan rumput yang terlihat berwarna hitam.
Hyuksoo bangkit dari posisi
berbaringnya. Meringsut mendekati Sooyeon. Menjulurkan kedua tangannya untuk
melingkupi Sooyeon dalam dekapannya. Didekapnya erat yeoja yang saat ini
masih tetap mengisi hatinya. Yeoja yang akan selalu dilindunginya apa
pun yang terjadi.
“Gwaenchana, Sooyeon-ah.
Gwaenchana…”
***
“Kau pergi ke mana saja
kemarin?”
Yeoja yang sebelumnya bersemangat sekaligus penasaran
mengapa namja yang diam-diam dicintainya itu memanggilnya, kini seakan
mengkerut. Ia tak berani menatap mata namja yang diyakininya pasti
tengah memandangnya tajam.
Bahkan untuk melihat
kakinya saja ia tak berani.
“Apa kau tak tahu bahwa
keluargamu sedang berkabung? Kenapa dengan seenaknya saja kau keluyuran dan
pulang malam, huh?! Apa kau tidak mengerti perasaan kakakmu? Perasaan
Minyeon!”
Deg.
Selalu, dan selalu. Ulu
hatinya terasa sakit saat Eunhwa–namja di depannya–lebih mementingkan
kakaknya daripada dirinya. Perutnya mual. Sakit dan mual itu tercampur menjadi
satu. Hingga ia tak tahu bagaimana cara yang tepat untuk menghilangkannnya.
“Katakan, kau pergi ke mana
dengan Hyuksoo,” tanya Eunhwa datar tanpa intonasi sebuah kalimat tanya.
Sooyeon menggigit bibirnya.
Menahan getaran yang diakibatkan rasa ingin meluapkan kesedihannya. Kedua
matanya berkaca-kaca, siap untuk mengalirkan liquid bening bernama air
mata. Air mata yang sekuat tenaga ditahannya.
“Dia hanya kuajak
berjalan-jalan saja, ya ‘kan?”
Sooyeon tak percaya akan
pendengarannya. Suara yang baru saja didengarnya adalah suara Hyuksoo. Tak ayal
kedua matanya membesar karena keterkejutannya.
“Mau apa kau ke sini?” tanya
Eunhwa sembari memincingkan matanya. Memberikan tatapan menyelidik pada namja
yang sekarang tengah menghalangi pandangan Eunhwa akan Sooyeon. Yeoja itu
sedikit mundur ketika tangan Hyuksoo menggesernya perlahan ke belakang dari
tempatnya semula.
“Tentu saja melindungi orang
yang berharga untukku, dari seseorang yang tak pernah menghargai perasaan
tulusnya yang selalu ditujukan pada orang itu.”
Eunhwa semakin menajamkan
sorotan matanya. Hyuksoo menanggapinya dengan seringai mengejek di bibirnya.
Mengakibatkan Eunhwa yang sedari awal memang tengah diliputi amarah, menjadi
semakin naik darah.
Buagh!
“Oppa!!”
Hyuksoo terjatuh setelah
mendapat bogem mentah dari Eunhwa. Di sudut bibirnya terlihat jelas jejak darah
yang dihapusnya sesaat setelah ia jatuh. Sooyeon segera menghampiri Hyuksoo dan
membantu namja itu untuk duduk. Memeriksa keadaan Hyuksoo hingga
melupakan kehadiran Eunhwa yang hanya menyaksikan adegan itu dengan pandangan…
cemburu?
Entah, karena sebenarnya Eunhwa
juga tidak yakin.
“Che! Urus saja terus namjachingu-mu
itu. Lebih baik kalian pergi dari sini, kalau kau tidak ingin dia mendapatkan
beberapa pukulan lagi dariku.” Eunhwa berucap dengan nada datar. Sooyeon yang
mendengarnya membatu.
Tidak. Bukan karena dia tidak
terima karena Eunhwa mengatakan bahwa ia adalah kekasih Hyuksoo. Namun karena
perkataan Eunhwa yang seakan tak mempersalahkan apa yang diperbuatnya pada
Hyuksoo. Berkata dengan entengnya seperti itu seperti memukul orang adalah hal
yang biasa.
PLAK!!
Gema terdengar dari koridor
kelas yang kosong. Tangan yang digunakan yeoja itu untuk menampar Eunhwa
masih mengambang di udara. Air mata telah turun di sepanjang lekuk wajahnya. Ia
benar-benar kecewa.
Eunhwa memegang bekas tamparan
Sooyeon di pipinya. Sangat keras hingga ia bisa membayangkan warna merah yang
pasti tercetak di sana. Dengan gerak lambat ia menolehkan kepalanya untuk
menghadapi sosok Sooyeon.
Hyuksoo yang masih terduduk
hanya tercengang melihat tindakan yang Sooyeon lakukan. Yeoja itu
terlihat tengah mencoba menurunkan tangannya sebelum sebuah tangan menahan gerakannya.
Kembali, Hyuksoo harus membelalakkan matanya.
“Berani-beraninya kau
menamparku, Sooyeon-ah.”
Hyuksoo menggeretakkan
giginya. Tanpa buang-buang waktu, secepat kilat ia berdiri untuk menghampiri
sosok Sooyeon dan Eunhwa.
“Karena itu pantas kau dapatkan,
oppa.” Nada datar dari ucapan Sooyeon menghentikan langkah Hyuksoo. Namja
itu mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Sooyeon, oleh karena
itu dia tak melanjutkan langkah kakinya. Karena ia percaya pada Sooyeon.
Eunhwa terdiam. Mendengar rangkaian
kata yang keluar dari mulut Sooyeon itu membuatnya terpaku. Selain itu, hal
yang membuatnya tak bisa membalas perkataan yeoja itu adalah tatapan
terluka yang terpancar dari kedua iris Sooyeon. Tatapan kecewa yang sepertinya
ditujukan padanya.
Bukan “sepertinya”, tetapi
“memang”.
“Aku pergi.”
Sooyeon berbalik untuk
menggandeng tangan Hyuksoo. Hyuksoo yang terkejut hanya pasrah ketika Sooyeon
membawanya pergi. Eunhwa memandang kepergian Sooyeon dengan pandangan yang tak
terlukiskan.
“Ya, aku memang pantas
mendapatkannya. Setelah semua rasa sakit yang kuberikan padamu.”
Eunhwa berbalik membelakangi
arah perginya Sooyeon dan Hyuksoo. Ia menghela napas berat, layaknya ia
mendapatkan beban berat yang harus ditanggungnya.
“Namun rasa sakit ini belum
pantas untuk membayar semua rasa sakitmu, Sooyeon-ah.”
***
“Aww! Appo!”
“Tahanlah sedikit, oppa.”
Saat ini, yeoja bernama
Sooyeon itu tengah mengompres pipi Hyuksoo yang menjadi korban pemukulan Eunhwa
beberapa waktu yang lalu. Dengan cekatan ia merawat dan mengobati luka Hyuksoo.
Sesekali terucap rintihan dari bibir Hyuksoo ketika lukanya bersinggungan
dengan kain basah yang digunakan Sooyeon.
“Sudah selesai, oppa.
Bagaimana? Apa lebih baik?” tanya Sooyeon sembari merapikan isi kotak P3K yang
diambilnya dari almari UKS.
“Hmm… Setidaknya lebih
baik daripada sebelumnya,” jawab Hyuksoo yang diakhiri kekehan kecil.
“Syukurlah, kalau begitu.”
Segera setelah menutup kotak
P3K itu, Sooyeon berjalan menuju almari UKS untuk mengembalikannya.
Diletakkannya kotak P3K itu di rak kedua dari atas. Menatanya agar tidak jatuh
dan menutup kembali pintu almari itu. Selesai, dan ia kembali mendampingi
Hyuksoo yang duduk di pinggir ranjang UKS.
“Gomawo sudah
mengobatiku, Sooyeon-ah.”
“Cheonman, oppa.”
Tik tok tik tok…
Detikan jam mengisi kekosongan
di antara keduanya. Terdiam dalam keheningan asing yang menyelimuti atmosfir
ruangan itu. Sooyeon dan Hyuksoo hanya membisu tanpa berusaha merusak kesunyian
itu. Beberapa menit bertahan seperti itu, sebelum Hyuksoo memecah kediaman
mereka.
“Sooyeon-ah, kau
melakukan hal itu… Apa karena kau ingin membelaku?”
Tak perlu penjelasan yang
lebih akurat dari perkataan Hyuksoo, karena Sooyeon mengerti dengan pasti apa
yang dimaksud Hyuksoo. Alasan mengapa Sooyeon menampar Eunhwa yang jelas-jelas
adalah namja yang sangat berarti untuk yeoja itu.
“Nee….”
Hyuksoo menghembuskan napasnya
pelan. Menghilangkan rasa gugup yang melandanya akan pertanyaan yang akan
diajukannya. “Lalu, dengan hal itu apakah aku masih bisa mendapatkan tempat di
hatimu?”
Sooyeon membisu. Pikirannya
berpikir akan kepada siapa sebenarnya perasaannya itu ditujukan. Kepada Eunhwa?
Ataukah… berpaling kepada Hyuksoo?
Tetapi ia tak merasakan apa
pun di dekat Hyuksoo…
Berbeda dengan Eunhwa.
“Apa masih ada tempat di
hatimu untukku?” tanya Hyuksoo memastikan lagi perasaan Sooyeon.
Namun yang didapatnya adalah
sebuah gelengan.
“Entahlah, oppa. Aku…
tak tahu.”
Secercah rasa senang
menyelimuti perasaan Hyuksoo ketika gelengan itu diikuti dengan pernyataan dari
Sooyeon. Tetapi, itu artinya Sooyeon masih belum menetapkan pilihan hatinya.
“Tak apa…”
Sooyeon memandang bingung
Hyuksoo yang tersenyum meringis.
“Aku yakin kau akan bisa
menentukan pilihanmu, Sooyeon-ah. Aku percaya pada pilihanmu.”
Hyuksoo beranjak dari ranjang
itu dengan sedikit efek lompatan yang alhasil membuatnya mengaduh pelan.
Menghasilkan pandangan khawatir dari Sooyeon.
“Oppa, gwaenchanayo?
Jangan bergerak terlalu keras.”
“Ani, gwaenchana.
Ini bukan apa-apa kok.” Hyuksoo mengibas-ngibaskan tangan kanannya, sedang
tangan kirinya digunakan untuk menggaruk kepala belakangnya.
“Ah! Aku lupa! Jam
segini seharusnya latihan sudah dimulai!” Hyuksoo menepuk dahinya pelan setelah
melihat jam dinding yang menunjukkan pukul setengah empat.
“Mian, Sooyeon-ah.
Aku harus pergi sekarang, kalau tidak pelatih akan mengomel padaku. Kau tidak
apa-apa ‘kan pulang sendirian?” tanya Hyuksoo pada Sooyeon.
Sooyeon mengangguk. “Pergilah,
oppa. Aku tahu betapa disiplinnya Park-seonsaengnim pada
pemainnya.”
Hyuksoo tersenyum.
“Kalau begitu, aku pergi.
Sampai jumpa, Sooyeon-ah.”
“Sampai jumpa.”
Dengan salam perpisahan itu,
Hyuksoo keluar dari ruang UKS. Ia berlari meninggalkan Sooyeon yang kini hanya
sendiri di sana.
Tap tap tap…
Langkah kakinya yang semula
cepat karena berlari berangsur melambat hingga ia merubahnya menjadi langkahnya
ketika ia berjalan. Sesungguhnya hari ini latihan klub sepak bola sedang libur.
Ia berbohong pada Sooyeon. Untuk memberinya alasan agar ia bisa pergi dari sisi
yeoja itu.
Untuk sebuah keperluan
penting dengan seseorang.
Ia berlari kembali.
Mencari-cari orang yang ingin diajaknya bicara empat mata dengannya.
Shin Eunhwa.
..::To Be Continue::..
0 Comment:
Posting Komentar